Tuesday, November 13, 2012

Peran Guru di Tengah Badai

Refleksi di Hari PGRI ke 67 (25 Nopember2012)
Oleh: Najib Sulhan

      Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Undang-undang Republik Indonesia, No. 14 tahun 2005)
Dalam Undang Undang Republik Indonesia, guru memiliki tugas  yang sangat mulia. Sejarah telah membuktikan bahwa guru telah memegang peranan besar untuk membangun sebuah bangsa, baik di level nasional maupun di tataran internasional. Di tengah badai tekanan penjajahan, justru hadir  guru yang bisa melahirkan tokoh sekaliber Soekarno, Sutan Syahrir, Muhammad Hatta, Buya Hamka, Muhammad Natsir, dan masih banyak lagi. Dalam sebuah ungkapan, sesungguhnya guru besar dilahirkan oleh guru besar yang berhati mulia.
Begitu banyaknya tokoh-tokoh hebat berhati mulia, negara tetangga, Malaysia, harus banyak belajar dari negera Indonesia. Berapa banyak pelajar dan mahasiswa dikirim untuk belajar ke Indonesia. Begitu juga gurunya banyak dikirim untuk menimba ilmu di negeri tercinta ini. Kemauan untuk memperbaiki bangsa melalui pendidikan dilakukan dengan serius.  Hal itu tampak dari keseriusan mengirimkan pelajar, mahasiswa, dan gurunya ke Indonesia dan di beberapa Negara lainnya yang dianggap sudah maju.
Lalu Apa yang terjadi sekarang. Ada posisi terbalik dengan kondisi yang pernah terjadi. Justru Mahasiswa dan pelajar Indonesia lebih bangga ketika bisa belajar di Malaysia. Mereka mengganggap pendidikan di Negara tetangga itu lebih bagus. Jujur, banyak hal yang perlu dipelajari dengan kemajuan di negara tetangga ini.
Apa sebenarnya yang terjadi dalam dunia pendidikan, terutama peran guru saat ini? Badai persoalan kini telah menjadi potret buram. Maraknya kasus amoral, penggunaan narkoba, serta tawuran antar pelajar menjadi indikator yang perlu diwaspadai. Lebih-lebih kasus korupsi yang merambah di semua lini birokrasi, Sampai-sampai ada seorang professor yang membandingkan dulu dengan sekarang. Dulu ada perencanaan pembangunan di sana sini, sekarang  pemerataan korupsi di semua lini. menjadi bukti yang tak bisa dipungkiri. Seolah-olah bangsa ini mulai kehilangan jati diri di tengah pergaulan internasional. Lebih dihawatirkan jika badai persoalan tidak diselesaikan, negeri ini akan menjadi kawasan “kumuh” di mata dunia.
Kehawatiran akan memudarnya jati diri bangsa, kini telah terjawab melalui pendidikan karakter. Lagi-lagi yang menjadi persoalan bukan pada tataran konsep, tetapi dalam pelaksanaan terjadi alur yang tidak sesuai. Berapa banyak konsep yang ditawarkan oleh para pakar, tetapi di tengah perjalanan harus berhenti tanpa hasil yang berarti. Sehingga memunculkan polemik bahwa perubahan yang ada hanya basa-basi belaka. Kegagalan demi kegagalan memperkuat rasa apatis setiap kali akan dilakukan perubahan. 
Sebuah tantangan bagi guru di tengah badai persoalan yang tak kunjung berhenti. Jika pendidikan karakter dianggap baik dan perlu dijalankan sebagai solusi, maka perlu sinergitas bagi semua elemen yang ada, khususnya pemangku kepentingan. Ketika konsep ini hanya basa-basi, tidak sepenuh hati untuk memperbaiki kondisi yang terjadi di negeri ini, maka akan terjadi salah arah, dan tidak akan memperoleh hasil yang lebih bermakna. Sama saja dengan konsep-konsep sebelumnya.
Sejarah juga membuktikan bahwa guru menjadi penentu maju dan mundurnya suatu bangsa. Masih ingat ketika Hirosima dan Nagasaki dibom atom oleh tentara Amerika Serikat dan sekutunya, maka yang ditanyakan oleh Kaisar Hirohito adalah guru. Berapa guru yang tewas dan bukan berapa tentara serta politisi yang tewas. Kaisar Hirohito sadar betul akan peran seorang guru dalam memajukan sebuah bangsa. Kehilangan banyak guru lebih merugikan bangsa dibanding dengan kehilangan banyak tentara dan politisi.
Menjadi guru sejatinya menjalankan peran yang sangat mulia. Di tangan seorang gurulah lahir generasi penerus bangsa. Di tangannya pula muncul para tokoh atau kaum intelektual yang akan menjadi agen perubahan. Ironis jika guru semakin banyak, badai persoalan tak kunjung selesai, menumpuk bagai sampah yang dapat menyebabkan negeri ini menjadi kawasan “kumuh” yang tiada berujung.
Dari jumlah guru yang ada, bangsa kita tidak perlu hawatir terhadap kemajuan negeri ini. Yang menjadi persoalan adalah sosok guru yang berjiwa guru dengan melaksanakan fungsi strategis dalam menjalankan peran suci. Jangan-jangan sosok guru jutaan, tapi fungsi dan peran suci telah ternodai.  Guru seharusnya menjadi nahkoda kapal di tengah badai. Jangan sampai guru ikut digulung badai persoalan sehingga tidak bisa lagi memberikan solusi malah menjadi bagian dari masalah yang harus diselesaikan. Jika masih ada guru yang salah dalam menentukan tujuan, sudah saatnya untuk kembali ke khittah,  dengan menjalankan peran suci sebagai khalifah di muka bumi.
Tidak salah jika seorang pakar pendidikan dari india, Dr. Khursyid Ahmad, MA mengatakan, “Melalui pendidikan, manusia ‘ditanam’ dan dengan pendidikan masa depan bangsa dibangun.” Ini artinya, masyarakat sangat berharap perubahan yang lebih baik melalui pendidikan dan itu semua peran guru yang sangat ditunggu.
Wahai guru, negara ini sangat berharap perubahan yang lebih baik. Di tanganmulah masa depan dan kejayaan negara ini. Jadilah model yang bisa diteladani, digugu lan ditiru. Semoga kesabaranmu, keyakinanmu, dan kesungguhanmu dalam menjalankan amanah mampu mengangkat citra masa depan bangsa. Selamat hari guru semoga sukses sepanjang masa. Amin.